Sabtu, 22 Januari 2011

Keistimewaan Kerbau Toraja


  

Kerbau sulit dipisahkan dari kehidupan masyarakat Toraja. Sebab kerbau adalah hewan utama dalam upacara pemakaman. Kerbau albino belang jenis bubalus bubalis atau kerbau lumpur, banyak dijumpai di Tana Toraja. Hewan ini cantik dan harganya bisa mencapai Rp 300 juta. Harga ditentukan ragam corak dan kemulusan kulit.
Maka tak heran tedong bonga sering disebut kerbau raja. Perawatan tedong bonga berjenis saleko atau belang seluruh badan ini memang bak raja. Tiga kali seminggu kerbau bernama artis dua ini ditemani berendam selama tiga jam. Seluruh badan juga diberi shampo agar bulu-bulu tidak rontok.
Rumput yang diberikan harus segar. Sang kerbau pun cukup tunggu di kandang karena semua akan dilayani perawat kerbau. Sang perawat mendapat upah Rp 600 ribu per bulan. Tak heran jika kerbau berusia sembilan tahun itu memiliki berat 700 kilogram.
Kandang kerbau juga diasapi rumput basah. Hal ini bertujuan menjaga kerbau dari gigitan nyamuk.
Nah dalam upacara pemakaman atau rambu solo, kerbau dianggap sebagai kendaraan menuju alam baka. Simbol ini tergambar dalam upacara pemakaman nenek Theresia Tangdo Pole, asal Deri yang meninggal pada 2008 silam.
Karena kedudukan sosial yang tinggi dalam masyarakat Tana Toraja, keluarga mengeluarkan Rp 4 miliar untuk biaya upacara. Sebagian besar dihabiskan untuk membeli kerbau yang disembelih selama empat hariJika di sebagian belahan Nusantara kerbau hanya dipandang sebagai hewan ternak dan sering kali ditemukan berkubang lumpur di sawah, tidak demikian halnya dengan kerbau yang ditemukan di sekitar kehidupan sehari-hari masyarakat Toraja. Bagi mereka, kerbau memiliki posisi istimewa dan menjadi salah satu simbol prestise dan kemakmuran.
Dalam upacara adat Toraja seperti Rambu Solo, kerbau memegang peranan sebagai peranti utama. Kerbau digunakan sebagai alat pertukaran sosial dalam upacara tersebut. Jumlah kerbau yang dikorbankan menjadi salah satu tolok ukur kekayaan atau kesuksesan anggota keluarga yang sedang menggelar acara, sebagaimana di Kecamatan Balusu, Toraja Utara, Sulawesi Selatan, Senin (27/12/2010). Kebanggaan akan hal tersebut terlihat dari jumlah tanduk kerbau yang dipasang pada bagian depan tongkonan (rumah tradisional Toraja) keluarga penyelenggara upacara Rambu Solo.
Bentuk fisik kerbau yang oleh masyarakat Toraja disebut tedong itu berbeda dengan yang banyak ditemukan di kawasan lainnya. Kerbau Toraja rata-rata berbadan kekar dan beberapa di antaranya memiliki kulit belang serta tanduk memanjang. Dengan berbagai keistimewaan tersebut, tidak heran jika harga seekor kerbau yang kondisi fisiknya dinilai sempurna oleh masyarakat setempat dapat mencapai harga Rp 300 juta per ekor.
Agar tubuh kerbau menjadi kekar dan kuat, susu dan belasan butir telur ayam menjadi santapannya sehari-hari. Kekuatan dan postur tubuhnya akan sangat berpengaruh pada nilai jual serta daya tempur kerbau di arena adu kerbau.
Kerbau yang sering muncul sebagai pemenang memiliki penggemar tersendiri di arena pertandingan yang digunakan sebagai ajang hiburan rakyat serta pertaruhan uang antarwarga tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar